Sabtu, 04 Februari 2012

Aisyah r.a adalah Pembela Hak Perempuan

Ummul mukminin Aisyah adalah pemimpin dari para pembela hak kaum perempuan. Dia selalu mengecam orang yang berbicara dengan nada merendahkan kehormatan atau menjatuhkan derajat perempuan. Saat  Aisyah mendengar seseorang mengatakan bahwa yang dapat membatalkan shalat adalah anjing, keledai, dan perempuan yang lewat di depan orang yang sholat, dia langsung angkat bicara, “jadi perempuan adalah binatang yang buruk? celakalah kalian yang telah menyamakan kami dengan keledai dan anjing! Kalian melihat aku sering lewat didepan rasulullah, bahkan berbaring didepannya saat beliau shalat” dalam satu riwayat dikatakan “jika Rasulullah s.a.w. hendak bersujud, Beliau menggeser kakiku. Akupun menarik kakiku, lalu beliau bersujud.”

Diantara pendapat Aisyah dalam masalah masalah berikut :
  • Para perempuan sering mendatangi Rasulullah untuk menanyakan berbagai masalah yang sebagiannya rumit dan sulit untuk dijelaskan kepada kaum perempuan. Nabi s.a.w merasa malu untuk menjelaskan semuanya secara terperinci. Maka dalam hal ini Aisyah-lah yang membantu saudari saudarinya memahamkan masalah masalah itu dan mengajari mereka. Orang orang arab sangat bangga bila dapat memanjagkan pakaiannya atau mengenakan pakaian yang berjuntai kebawah hingga menyapu tanah. Nabi s.a.w melarang mereka melakukan hal itu lagi. Beliau bersabda , “barang siapa menjela jelakan pakaiannya dengan sombong maka Alloh tidak akan melihat kepadanya pada Hari kiamat” lalu Aisyah bertanya “bagaimana seharusnya perempuan membuat ekor bajunya?” beliau menjawab. “dengan membiarkannya terjulur sejengkal. “Aisyah bertanya lagi, “kalau begitu, kaki mereka tetap terlihat ?” Beliau lalu berkata, “hendaknya perempuan memanjangkannya hingga satu hasta jangan sampai lebih dari itu.
  • Islam memerintahkan orang tua meminta izin dari anak gadisnya apabila ingin menikahinya. Nabi s.a.w bersabda, “seorang janda tidak dinikahkan kecuali kepadanya diserahkan sepenuh urusannya, dan seorang gadis tidak dinikahkan kecuali dia dimintai persetujuannya.” Namun seorang gadis biasanya sulit untuk mengungkapkan persetujuan atau kerelaannya untuk dinikahkan, karena sifat malu yang alami yang ada pada diri mereka. Hal ini disadari oleh Aisyah, sehingga ia berkata kepada Rasulullah  “wahai Rasulullah, gadis perawan sangat pemalu.” Beliau bersabda “diamnya menunjukan persetujuannya”
  • Sebagian orang tua atau wali biasanya menikahkan anaknya tanpa persetujuan mereka. Hal ini terjadi pada zaman Nabi s.a.w.  Aisyah menuturkan , “seorang gadis menemuiku, dia berkata, “ayahku ingin menikahkanku dengan sepupuku agar derajatnya naik, padahal aku tidak menyukainya’. “Aisyah berkata kepadanya, “duduklah dan tunggu Nabi s.a.w datang.” Setelah Nabi datang, Aisyah memberitahu beliau tentang masalah itu. Selanjutnya Nabi memanggil orang tua gadis itu dan menyerahkan masalah ini kepada si gadis. Lalu gadis itu berkata, “wahai Rasulullah, aku telah merelakan apa yang dilakukan ayahku. Sebenarnya aku hanya ingin mengajarkan kepada para perempuan bahwa para orang tua tidak bisa memaksa anak-anak gadisnya.”
  • Seperti diketahui bahwa talak adalah hal mubah yang paling dibenci oleh Alloh dan sarana terakhir yang ditempuh manusia dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu talak harus diminimalisir penggunaannya sebisa mungkin. Jika suami memberi istrinya pilihan antara tetap menjadi istri atau bercerai. Lalu istri lebih memilih suaminya, bagaimanakah hukumnya? Sebagian ulama dari kalangan sahabat berpendapat bahwa dalam hal ini talak satu jatuh. Namun ketika hal itu didengar Aisyah, dia langsung menolak fatwa ini dengan keras. Katanya, “Rasulullah pernah memberi kami pilihan, dan akhirnya kami memilih Beliau, apakah itu talak?” lagipula jika itu dianggap talak maka talak dan moral sudah tidak bermanfaat, karena hal itu bisa melukai perasaan cinta, keikhlasan, dan ketulusan yang mendorong istri untuk memilih suaminya. Dia juga dapat menghancurkan hatinya dan membalas kebaikan dengan keburukan. Oleh karena itu jumhur ulama dan ahli hadis lebih memilih pendapat Aisyah dan berfatwa dengannya
  • Jika Seseorang dipaksa untuk menceraikan isterinya dan dia diancam akan dibunuh atau dianiaya, maka menurut Aisyah talaknya tidak jatuh. Ia berkata “tidak jatuh talak dalam keadaan terpaksa.” Para ahli fikih dan hadis menerima kaidah asal ini, kecuali imam abu hanifah. Sungguh jika tidak ada kaidah asli ini dalam agama kita, maka sulit sekali bagi perempuan – perempuan yang suci dan memiliki kehormatan untuk menyelamatkan diri mereka dari tangan – tangan para bandit, diktator dan tiran
  • Diantara kekangan adat yang mencekik leher kaum perempuan pada jaman jahiliyah adalah tidak adanya ketentuan bilangan talak dan bilangan rujuk setelah talak. Seorang suami bisa menceraikan istrinya semau maunya kadang kadang setelah cerai dia merujuknya kembali sekehendak hatinya, meskipun ia menceraikan isterinya sebanyak seratus kali atau lebih. Bahkan seorang pernah berkata kepada istrinya, “demi Alloh, aku tidak menceraikanmu dengan talak ba’in dan engkau tidak akan kulindungi.” Istrinya berkata, “ bagaimana bisa?” dia menjawab, “aku menceraikanmu. Lalu setiap kali iddahmu akan habis, aku kembali merujukmu!” maka pergilah perempuan itu kepada Aisyah dan menceritakan hal tersebut. Aisyah terdiam sampai Nabi s.a.w datang, lalu menceritakan masalah tersebut kepada beliau. Nabi s.a.w pun terdiam hingga turun ayat : “talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf, atau menceraikannya dengan yang cara yang baik.” (QS. Al-Baqarah:229). Aisyah berkata, “orang – orang tetap terus menjatuhkan talak, baik yang sudah bertalak maupun yang belum.”
                 Inilah sosok ummul mukminin Aisyah yang memiliki sifat – sifat yang sangat agung dan mulia. Dia telah memberikan teladan yang baik kepada berjuta – juta perempuan untuk meraih kehidupan yang ideal dan sempurna. Dialah yang menggariskan jalan yang tepat dan bermanfaat bagi perempuan sesudahnya, yaitu dengan peninggalan dan jejak jejaknya yang abadi, ibadah dan ketaatannya kepada Sang Pencipta, teladan yang hidup, cara cara praktis akhlak mulia, serta pengajaran tentang kesucian dan zuhud. Dia juga memberikan penjelasan tentang hukum – hukum agama dan masalah masalah syar’i lainnya dengan terinci. Dia memiliki jasa dan keuramaan yang besar dalam semua bidang: agama, ilmu, sosial kemasyarakatan, dan politik bagi perempuan seluruh dunia.
                Atas dasar itu, tak ada seorangpun dalam sejarah kaum muslimah yang layak untuk disebut setingkat dengan martabat, kedudukan, serta kemuliaan Aisyah kecuali para istri dan putri Nabi s.a.w. yang suci


(ini adalah sebagian kutipan kecil dari buku Aisyah The Greatest Woman in Islam, saya dedikasikan kepada seorang karyawan PT Cheil Jedang - Serang yang telah memberikan buku ini kepada saya tanggal 30 Oktober 2008, alhamdulillah sebanyak 341 halaman telah saya baca dan banyak kisah teladan yang membuat wawasan saya menjadi bertambah)
*Janji saya sudah terpenuhi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar